Jumat, 01 Oktober 2010

Menembus Batas



“Sebuah Catatan Kenangan Bersama Seorang Motivator”
Oleh ; Marthen Watrimny*

Ada sesuatu yang luar biasa dan berbeda dari biasanya, ada hal dahsyat yang terjadi hari ini dan tidak akan pernah ada lagi. Memang sempat mendebarkan jantung ini. Hal apa sebenarnya yang terjadi, adakah gerangan masalah yang datang menghimpit ? Akupun tidak tahu mau memulainya dari mana dan bagaimana cara menyampaikannya. Namun satu hal yang pasti hal itu sudah terjadi.
Kisah ini dimulai dari sini dan tidak akan berakhir dalam tulisan ini karena tulisan ini memang tidak punya batas tetapi semua orang bisa mengakhirinya ketika saatnya telah tiba.
Hari yang sangat panas kala itu 30 September 2010, membuat semua orang gerah dan bosan beraktivitas. Kondisi iklim kota ini makin lama makin “menjadi-jadi”, membuat penghuninya tidak kuat menahannya. Kota ini memang unik, kota ini memang lain dari lainnya. Yang mana ada hal istimewa yang dimiliki kota ini yang sebenarnya menurut ku harus tetap dipertahankan.

“Kota Kupang Kota Kasih” merupakan slogan yang tidak hanya sebatas kata-kata namun sudah dan akan terus dibuktikan. Slogan yang lahir dari hati penduduknya yang ramah, murah hati, penyayang serta tulus. Akan ada banyak kenangan yang tidak bisa dilupakan begitu saja bagi setiap orang yang menginjakan kakinya di tanah leluhur para pendahulu.
Diantara ribuan penduduknya, ada satu sosok pribadi yang pernah aku kenal. Kalau mau dibilang dia adalah guru yang baik bahkan ayah yang tangguh bagi kami. Sosok yang pernah ada namun telah pergi untuk selamanya. Dialah Dekan Fakultas Pertanian Undana, Prof. Dr. Ir. Semuel Pakan, MS yang hari ini menjadi orang tua bagi kami bahkan pahlawan yang tetap ada, menembus segala zaman dan waktu. Untuk generasi sekarang dan juga generasi yang akan datang.
Hari yang panas di 30 September 2010 ini menjadi bukti sejarah bagi kami dan juga untuk semua orang. Aku tidak menyangka hal itu terjadi dihari ini. Setelah seherian bekerja di kantor, dengan muatan pekerjaan yang sarat membuat hari itu akan sangat kelelahan. Dalam kondisi yang capek dan lelah, membuat hari itu aku merasa prihatin akan diriku sendiri. Dan kondisi ini diperparah dengan berita yang membuat aku merasa terpojok dalam ketakutan.
Berita itu datang dalam bentuk pesan singkat lewat handphone ku. “Berita dukacita. Telah dipanggil Tuhan Dekan Faperta Prof. Semuel Pakan di RS. Mamami Jam 22.55 Wita tanggal 30 September 2010”, begitulah pesan yang ku terima.
Sontak….membuat aku kaget dan seakan tidak percaya. Hati ini risau dan sedih, mengapa hal ini harus terjadi ? Aku harus memastikan kebenaran berita ini. Setelah melakukan komunikasi dengan beberapa teman, barulah aku yakin kalau 30 September merupakan waktu yang tepat bagi Tuhan memanggil hambaNya.
Tidak langsung bergegas ke rumah sakit ataupun ke rumah duka, namun saat itu aku memilih untuk duduk dan merenung. Aku seakan dipaksa untuk berpikir keras akan kemana jalan hidup ini ketika ajal kita tiba…???
Disisi lain, aku teringat akan saat-saat dimana, ada motivasi, nasihat, dorongan bahkan harapan yang dituangkan bagi kami. Satu per satu kenangan itu mulai dibuka dalam memoriku.
Aku teringat, saat pertama kalinya akan bertemu dengan alm. Prof. Semuel Pakan diruang kerjanya. Tidak tahu kenapa, aku sangat ketakukan dan gugup hingga tak ayal aku keringatan dalam ruangan ber-AC dengan suhu yang dingin. Dan aku baru sadara karena atas ketegasan dan kewibawaannyalah yang membuat aku gugup.
Ia. Memang patut diacungkan jempol bagi alm. Prof. Semuel Pakan. Semua orang mengakuinya, kalau beliau pandai, tegas, berwibawa dan disiplin. Dan sesungguhnya kami masih membutuhkan orang seperti beliau.
Kami sesama mahasiswa sering kali berdiskusi dan tidak sedikit dari kami yang memberikan penghargaan bagi beliau. “ Alm. Prof. Semuel Pakan adalah orang yang tidak mudah menyerah namun tetap terus berusaha maju, Dia memberikan satu hadiah dan itu kenangan terakhir yang pernah kumiliki yakni dalam kondisi yang lemah beliau tetap berusaha untuk menandatangi ijasah yang bagi ku sangat berarti. Aku sangat senang karena memiliki hadiah ini dan akan kusimpan baik-baik kenangan terakhir ini”, ungkap ku dalam hati.
Kami masih membutuhkan guru yang mau mengabdi tanpa pamrih bahkan disaat-saat kritis sekalipun. Kami membutuhkan orang seperti beliau.
Perenungan ini makin lama makin mendalam dan tanpa disadari air mata ku mulai menetes perlahan-lahan. Sengaja aku membiarkan jiwa ini merasakan kesedihan mendalam. Sengaja aku membiarkan air mata ini menetas. Bagiku tidak akan pernah ada kata menyesal, kenapa aku harus bersedih atau kenapa aku harus menangis bagi orang yang tidak ada hubungan kekeluargaan dengan ku. Namun yang pasti, dia menjadi motivasi bagi kami, penggerak dalam setiap karya dan bakti kami.
Dalam kesedihan ini, perlahan-lahan aku mulai menyadari bahwa ini jalan terbaik yang harus dilalui. Ini jalan terbaik yang disiapkan Tuhan bagi beliau. Pikiran positif ku berkata, Tuhan mau mengakhiri penderitaan ini. Tuhan mau mengangkat dan menanggung bebannya. Kenapa..? Karena Tuhan sayang alm. Prof. Semuel Pakan.
Beliau sangat menderita di dunia ini. Pikiran, tenaga, daya dan dana menjadi taruhan dalam masa-masa kritisnya. Dilain sisi aku pun mencoba membayangkan betapa sengsaranya, betapa sakit yang dirasakan yang berimbas pada istri dan anak-anak terkasih serta semua keluarga.
Ah..tiba-tiba aku kaget dari perenungan ini. Akupun dengan tergesa-gesa mengambil sebuah kesimpulan kecil. “Tuhan menyanyangi alm. Prof. Semuel Pakan dan menyayangi Istri dan anak-anak melebihi segala hal. Ada tempat yang paling nyaman dan tenang telah disiapkan untuk alm. Prof. Semuel Pakan. Disana tidak ada lagi masalah, tidak ada lagi perpecahan, selisih pendapat dan sebagainya. Disana tersedia damai sejahtera yang akan terus dinikmati selamanya”. Sesuatu hal yang menembus batas pikiran dan cita-cita manusia.


*Penulis adalah Koordinator FPG dan Mantan Ketua BLM Faperta Undana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar